Jumat, 10 Mei 2013

MODEL KONSELING BEHAVIOR


BAB I
Pendahuluan
1.1  Latar Belakang

Pendekatan behavioral menekankan arti penting dari bagaimana anak membuat hubungan antara pengalaman dan perilaku. Pada tahun 1938, BF Skinner mempublikaskan apa yang disebut sebagai hasil karya yang paling dibicarakan dan berpengaruh pada masa itu yaitu ” The Behaviour of Organism ”. Seperti Watson, pendahulunya Skinner adalah seorang behavioris yang ketat. Dia percaya kalau psikologi menjadi rujukan bagi kondisi – kondisi mental yang tidak bisa diketahui secara umum ( seperti tujuan, hasrat atau kehendak) meskipun begitu, psikologi harus membatasi dirinya hanya mempelajari tingkah laku yang tampak ( bisa diamati ). Dan seperti Watson juga, Skinner merupakan seorang environmentalis. Meskipun dia mengakui kalau organisme masuk kedalam dunia dengan anugerah genetik tertentu, dia lebih peduli kepada cara lingkungan mengontroltingkahlaku.
            Namun berbeda dari Watson, model utama pengondisian Skinner bukan Pavlonian. Respon – respons yang dipelajari Pavlov, kata Skinner, paling baik jika dianggap sebagai responden saja. Ini adalah respons – respons yang secara otomatis ’diperoleh’ lewat stimuli yang sudah dikenal. Contohnya, pencernaan makanan secara otomatis memunculkan air liur, dan suara bising otomatis memunculkan respons terkejut. Kebanyakan responden mungkin hanya refleks – reflekssederhanasaja.
            Justru tingkat tingkah laku kedua yang paling menarik bagi Skinner, disebutnya operan. Di dalam tingkah laku operan, hewan tidak terkekang di dalam kurungan, seperti anjing – anjingnya Pavlov, melainkan bergerak bebas dan ‘ beroperasi ‘ di lingkunganya. Contohnya, di dalam eksperimen – eksperimen awal yang dilakukan Thorndike ( 1905 ), kucing di dalam kotak puzzle akan mengendus – endus, mencakar – cakar dan melompat sampai mereka memukul respons yang memampukan mereka mendapatkan makanan – ada sisi kotak yang memiliki tombol. Respons yang berhasil lebih berkecenderungan untuk diulangi lagi. Di dalam kasus – kasus yang demikian, kita tidak selalu dapat mengidentifikasikan stimulus awal mana yang memunculkan respons. Malah hewan sebenarnya memancarkan respon terlebih dahulu, yang beberapa diantaranya bisa diamati di masa depan karena menghasilkan konsekuensi yang menyenangkan. Jadi bagi Skinner, tingkah laku dikontrol oleh penguatan Stimuli yangmengikutinya.

1.2  Rumusan Masalah
1.      Apa sajakah konsep-konsep utama dari Teori Behavioristik (Model Pengondisian Operan) oleh B.F. Skinner?
2.      Bagaimanakah proses terapeutik dari Teori Behavioristik (Model Pengondisian Operan) oleh B.F.Skinner?
3.      Apa sajakah teknik-teknik dan prosedur terapeutik dari Teori Behavioristik (Model Pengondisian Operan) oleh B.F. Skinner?

1.3  Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui konsep-konsep utama dari Teori Behavioristik (Model Pengondisian Operan) oleh B.F. Skinner.
2.      Untuk mengetahui proses terapeutik dari Teori Behavioristik (Model Pengondisian Operan) oleh B.F. Skinner.
3.      Untuk mengetahui teknik-teknik dan prosedur terapeutik dari Teori Behavioristik (Model Pengondisian Operan) oleh B.F.Skinner.

1.4  Manfaat Penulisan
1.      Memberi pemahaman yang lebih dalam terkait dengan Teori Behaviorisme (Model Pengondisian Operan) oleh B.F Skinner.
2.      Memberi masukan bagi mahasiswa dan dosen pengampu mata kuliah terkait.
3.      Sebagai acuan dalam penyusunan makalah selanjutnya.



BAB II
Pembahasan
2.1 Konsep-konsep Utama
2.1.1. Pandangan tentang sifat manusia
            Behaviorisme adalah suatu pandangan imiah tenang tingkah laku manusia. Dali dasarnya adalah bahwa tingkah laku itu tertib dan bahwa eksperimen yang dikendalikan dengan cermat akan menyikapkan hukum-hukum yang mengendalikan tingah laku. Behaviorisme ditandai oleh sikap membatasi metode-metode dan prosedur-prosedur pada data yang diamati.
            Pendekatan behavioristik tidak menguraikan asumsi-asumsi filosofis tertentu tentang manusia secara langsung. Setiap orang dipandang memiliki kecenderungan-kecenderungan positif dan negatif yang sama. Manusia pada dasrnya dibentuk dan ditentukan oleh lingkungan sosial budayanya.
2.1.2. Ciri-ciri Unik Terapi Tingkah laku
            Terapi tingkah laku berbeda dengan sebagian besar pendekatan terapi lainnya, ditandai oleh : (1) pemusatan perhatian kepada tingkah laku yang tampak dan spesifik; (2) kecermatan dan penguraian tujuan-tujuan treatment; (3) perumusan prosedur treatment yang spesifik yang sesuai dengan masalah; dan (4) penaksiran objektif atas hasil-hasil terapi.
            Pada dasarnya terapi tingkah laku diarahkan pada tujuan-tujuan memperoleh tingkah laku baru, penghapusan tingkah laku yang maladaptif serta memperkuat dan mempertahankan tingkah laku yang diinginkan.
2.1.3. Pengondisian Operan (Operant Conditioning)
            Pengondisian operan, satu aliran utama lainnya dari pendekatan terapi yang berlandaskan teori belajar, melibatkan pemberian ganjaran kepada individu atas pemunculan tingkah lakunya ( yang diharapkan ) pada saat tingkah laku itu muncul. Pengondisian operan ini dikenal juga dengan sebutan pengondisian instrumental karena mmeperlihatkan bahwa tingkah laku intrumental bisa dimunculkan oleh organisme yang aktif sebelum perkuatan diberikan untuk tingkah laku tersebut. Skinner, yang dianggap sebagai pencetus gagasan pengondisian operan, yang telah mengembangkan prinsip-prinsip perkuatan yang digunakan pada upaya memperoleh pola-pola tingkah laku tertentu yang dipelajari. Dalam pengondisian operan, pemberian perkuatan positif bisa memperkuat tingkah laku, sedangkan pemberian perkuatan negatif bisa memperlemah tingkah laku. Tingkah laku berkondisi muncul di lingkungan dan instrumental bagi perolehan ganjaran.
2.2 Proses Terapeutik
2.2.1. Tujuan-tujuan Teraupeutik
            Tujuan umum terapi tingkah laku adalah menciptakan kondisi-kondisi baru bagi proses belajar. Dasar alasannya adalah bahwa segenap tingkah laku adalah dapat dipelajari (learned), termasuk tingkah laku yang maladaptif. Selanjutnya, tujuan-tujuan yang luas dan umum itu tidak dapat diterima oleh para terapis tingkah laku. Contohnya, seorang konseli mendatangi konselor dengan tujuan mengaktualkan diri. Tujuan umum semacam itu perlu diterjemahkan ke dalam perubahan tingkah laku yang spesifik yang diinginkan konseli serta dianalisis ke dalam tindakan-tindakan spesifik yang diharapkan oleh konseli sehingga baik konselor maupun konseli mampu menaksir secara lebih kongkret kemana dan bagaimana mereka bergerak. Misalnya, tujuan mengaktualkan diri bisa dipecah ke dalam beberapa subtujuan yang lebih kongkret sebagai berikut: (1) membantu konseli untuk menjadi lebih asertif dan mengekspresikan pemikiran-pemikiran dan hasrat-hasratnya dalam situasi-situasi yang membangkitkan tingkah laku asertif, (2) membantu konseli dalam menghapus ketakutan-ketakutan yang tidak realistis yang menghambat dirinya dari keterlibatan dalam peristiwa-peristiwa sosial, dan (3) konflik batin yang menghambat konseli dari pembuatan putusan-putusan yang penting bagi kehidupannya.
2.2.2. Fungsi dan Peran Konselor
            Konselor tingkah laku harus memainkan peran aktif dan direktif dalam pemberian treatment (konseling), yakni konselor menerapkan pengetahuan ilmiah pada pencarian pemecahan-pemecahan bagi masalah-masalah para konselinya. Konselor tingkah laku secara khas berfungsi sebagai guru, pengarah, dan ahli dalam mendiagnosis tingkah laku yang maladaptif dan dalam menetukan prosedur-prosedur penyembuhan yang diharapkan, mengarah kepada tingkah laku yang baru dan adjustive. Apapun yang dilakukannya, konselor pada dasarnya terlibat dalam pemberian perkuatan-perkuatan sosial baik yang positif maupun yang negatif. Bahkan meskipun mempersepsikan dirinya sebagai pihak yang netral sehubungan dengan pertimbangan-pertimbangan nilai, konselor membentuk tingkah laku konseli, baik melalui cara-cara langsung maupun melalui cara-cara tidak langsung.  
2.3 Teknik-teknik dan Prosedur Terapeutik
            Banyak teknik dan prosedur modifikasi tingkah laku yang berasal dari model pengondisian operan. Contoh-contoh prosedur yang spesifik yang berasal dari pengondisian operan adalah perkuatan positif, penghapusan, hukuman, pencontohan, dan penggunaan token economy. Selanjutnya teknik-teknik teraupeutik tersebut akan dijelaskan sebagai berikut:
a)      Perkuatan Positif
            Penguatan adalah setiap konsekuensi dari tingkah laku yang memiliki dampak memperkuat atau mengokohkan tingkah laku. Prinsip dasarnya adalah penguatan harus bersifat segera. Selanjutnya, perkuatan positif merpakan pembentukan suatu pola tingkah laku dengan memberikan ganjaran atau perkuatan segera setelah tingkah laku yang diharapkan muncul adalah suatu cara yang ampuh untuk mengubah tingkah laku. Pemerkuat-pemerkuat, baik primer maupun sekunder diberikan untuk rentang tingkah laku yang luas. Pemerkuat-pemerkuat primer memuaskan kebutuhan-kebutuhan fisiologis. Contoh pemerkuat primer adalah makanan, tidur dan istirahat. Pemerkuat-pemerkuat sekunder, yang memuaskan kebutuhan-kebutuhan psikologis dan sosial memiliki nilai karena berasosiasi dengan pemerkuat-pemerkuat primer. Contoh-contoh pemerkuat sekunder yang bisa menjadi alat yang ampuh untuk mmbentuk tingkah laku yang diharapkan anatara lain adalah senyuman, persetujuan, pujian, bintang-bintang emas, medali, atau tanda penghargaan, uang, dan hadiah-hadiah. Penerapan pemberian perkuatan positif pada psikoterapi membutuhkan spesifikasi tingkah laku yang diharapkan,penemuan tebtang apa agen yang memperkuat bagi individu, dan penggunaan perkuatan positif secara sistematis guna memunculkan tingkah laku yang diinginkan.
b)      Penghapusan
            Apabila suatu respon terus-menerus dibuat tanpa perkuatan, maka respon tersebut cenderung menghilang. Dengan demikian karena pola-pola tingkah laku yang dipelajari cenderung melemah dan terhapus setelah suatu periode, cara untuk menghapus tingkah laku yang maladaptif adalah menarik perkuatan dari tingkah laku yang maladaptif itu. Penghapusan dalam kasus semacam ini boleh jadi berlangsung lambat karena tingkah laku yang akan dihapus telah dipelihara oleh perkuatan intermitten dalam jangka waktu lama. Wolpe (1969) menekankan bahwa penghentian pemebrian perkuatan harus serentak dan penuh. Misalnya, jika seorang anak menunjukkan kebandelan di rumah dan di sekolah, orang tua dan guru si anak bisa menghindari pemberian perhatian  sebagai cara untuk menghapus kebandelan anak tersebut. Pada saat yang sama perkuatan positif bisa diberikan kepada si anak agar belajar tingkah laku yang diinginkan.
Konselor, guru, dan orang tua yang menggunakan penghapusan sebagai teknik utama dalam menghapus tingkah laku yang tidak diinginkan harus mencatat bahwa tingkah laku yang tidak diinginkan itu pada mulanya bisa menjadi lebih buruk sebelum akhirnya terhapus atau terkurangi. Contohnya, seorang anak yang telah belajar bahwa dia dengan mengomel biasanya memperoleh apa yang diinginkan, mungkin akan memperhebat omelannya ketika permintaanya tidak segera dipenuhi. Jadi, kesabaran menghadapi periode peralihan amat diperlukan.
c)      Hukuman
     Hukuman adalah penarikan penguat positif atau penambahan penguat negatif, contoh : tidak lagi memberikan ijin menonton televisi (penarikan penguat positif) dan mengurung anak di kamar (penambahan penguat negatif). Menurut Skinner hukuman bukanlah lawan dari penguatan. Penggunaan hukuman menimbulkanakibatsampinganseperti:
1.Hukuman hanya sementara saja menghapuskan tingkah laku
2.Predisposisi emosi, biasanya disebut perasaan bersalah atau malu yang mungkindikondisikanmelaluihukuman.
3.Hukuman menimbulkan rasa takut, kemarahan dan penghindaran. Contoh : seorang anak mungkin akan pura-pura sakit untuk menghindar pergi ke sekolah karenaadatesyangharusditempuhnya.
4.Ketika siswa dihukum mungkin mereka akan menjadi marah dan cemas sehingga tidak bisa berkonsentrasi pada tugas mereka selama beberapa waktusetelahhukumandiberikan.
            Kelemahan hukuman yang utama adalah bahwa kontingensi (sifat sementara) dalam hukuman itu bersifat merusak Artinya, hukuman itu tidak menimbulkan tingkah laku positif. Karena itu yang disarankan ialah menguatkan tingkah laku yang patut, bukannya menghukum tingkah laku yang tidak patut.
d)     Pencontohan
            Dalam pencontohan, individu mengamati seorang model dan kemudian diperkuat untuk mencontoh tingkah laku sang model. Bandura (1969) menyatakan bahwa segenap belajar yang bisa diperoleh melalui pengalaman langsung bisa pula diperoleh secara tidak langsung dengan mengamati tingkah laku orang lain berikut konsekuensi-konsekuensinya. Jadi, kecakapan-kecakapan sosial tertentu bisa diperoleh dengan mengamati dan mencontoh tingkah laku model-model yang ada. Juga reaksi-reaksi emosional yang terganggu yang dimiliki seseorang bisa dihapus dengan cara orang itu mengamati orang lain yang mendekati objek-objek atau situasi-situasi yang ditakuti tanpa mengalami akibat-akibat yang menakutkan dengan tindakan yang dilakukannya. Pengendalian diri pun bisa dipelajari melalui pengamatan atas model yang dikenai hukuman. Status dan kehormatan model amat berarti, dan orang-orang pada umumnya dipengaruhi oleh tingkah laku model-model yang menempati status yang tinggi dan terhormat di mata mereka sebagai pengamat.
e)      Token Economy
Token ekonomy adalah sistem perlakuan kepada tiap individu untuk mendapatkan bukti target perilaku setelah mengumpulkan sejumlah prilaku tertentu sehingga mencapai kondisi yang diharapkan. Contoh seperti pada lembar bukti prestasi. Siswa mendapatkan bukti dalam bentuk rewads atau hadiah daripekerjaan yang dapat ditunjukannya. (Jason, 2009 ; 35).
            Token Economy merupakakan sistem perlakuan pemberian penghargaan kepada siswa yang diwujudkan secara visual. Token Economy adalah usaha mengembangkan prilaku sesuai dengan tujuan yang diharapkan melalui penggunaan penghargaan. Setiap individu mendapat penghargaan setelah menunjukan prilaku yang diharapkan. Hadiah dikumpul selanjutnya setelah hadiah terkumpul ditukar dengan penghargaan yang bermakna. (Joson, 2009 ; 66).
            Menurut Wallin (1991), Token Economy yang diberikan kepada siswa merupakan dukungan sekunder untuk memperkuat suasana belajar supaya lebih kondusif. Oleh karena itu, penghargaan harus menjadi rangsangan yang netral atau tidak berpihak. Siswa berkompetisi untuk memperolehnya dengan cara mengumpulkan token sebanyak-banyaknya dalam proses kegiatan belajar mengajar.
            Dari pengertian diatas dapat diketahui bahwa Token economy adalahsistem perlakuan kepada tiap individu untuk mendapatkan bukti target perilaku setelah mengumpulkan sejumlah prilaku tertentu sehingga mencapai kondisi yang diharapkan, dengan cara subyek mendapat penghargaan setelah menunjukan prilaku yang diharapkan. Hadiah dikumpul selanjutnya setelah hadiah terkumpul ditukar dengan penghargaan yang bermakna.

- Tujuan Token Economy
            Bukti Token Economy dapat digunakan untuk memenuhi berbagai tujuan pendidikan dalam membangun perilaku siswa. Penggunaan sistem time token ekonomi memiliki tujuan :
a. Meningkatnya kepuasan dalam mendorong peningkatan kompetensi siswa melalui penghargaan yang kongkrit atau visual sehingga tingkat kesenangan siswa melakukan sesuatu prestasi benar-benar tampak.


b. Meningkatnya efektivitas waktu dalam pelaksanaan pembelajaran. Belajar
yang efektif adalah yang menggunakan waktu yang pendek dengan hasil yang terbaik dan terbanyak. Siswa harus menyadari berapa lama mereka telah belajar dan berapa banyak waktu yang telah mereka gunakan secara efektif untuk melaksanakan aktivitas belajar.
c. Berkurangnya kebosanan – Suasana belajar yang kolaboratif, rivalitas, kompetitif yang diberi penguatan oleh pendidik dapat meningkatkan menurunkan tingkat di kebosanan siswa sehingga siswa dapat berpartisipasi dalam jangka waktu yang yang lama.
d. Meningkatnya daya respon – Suasana belajar yang kompetitif akan meningkatkan kecepatan siswa meberikan respon. Setiap respon yang sesuai dengan tujuan akan segera mendapat penguatan sehingga suasana belajar menjadi cair, komunikatif dan lebih menyengkan.
e. Berkembangnya penguatan yang lebih alami, – melalui pemberian penguatan yang tepat waktu akan dan disesuaikan dengan tingkat prestasi setiap siswa atau setiap kelompok siswa memungkinkan
f. Meningkatnya penguatan untuk sehingga motivasi belajar berkembang – setiap siswa atau setiap kelompok siswa dalam kelas selalu dalam keadaan terpacu untuk mewujudkan dan daya pacu ini akan semakin berkembang jika siswa juga mendapat layanan untuk mengabadikan daya kompetisinya seperti dengan dukungan rekaman video.

- Komponen Token Economy

            Sebelum kegiatan belajar dilaksanakan pendidik menyiapkan beberapa
komponen yang dibutuhkan, di antaranya:
a. Token atau simbol praktis dan atraktif untuk memicu tumbuhnya motivasi belajar. Yang dapat digunakan sebagai simbol penghargaan seperti stiker, guntingan kertas, simbol bintang, atau uang mainan. Token sendiri tidak selalu dalam bentuk yang berharga, namun setelah siswa mengoleksinya setelah menunjukan prilaku yang diharapkan mereka dapat menukarkan token itu dengan sesuatu yang berharga. Dengan demikian setelah satu rentang waktu tertentu guru harus menyediakan barang penukar token yang berharga untuk siswa. Yang paling mudah seperti permen, alat tulis atau benda berharga lain yang dapat sekolah biayai.
b. Definisi target prilaku jelas. Hal itu berarti guru maupun siswa perlu memahami dengan baik prilaku yang diharapkan. Siswa memahami benar prilaku seperti apa yang harus ditunjukannya sebagai hasil belajar. Penjelasan harus singkat namun cukup sebagai dasar pemahaman siswa mengenai hadiah yang dapat diperlehnya setelah menunjukan prestasi.
c. Dukungan penguatan (reinforcers) dengan barang yang berharga. Dukungan itu dapat dalam bentuk barang berharga, hak istimewa, atau aktivitas individu yang dapat ditukar dengan makanan, perangkat permainan, waktu ekstra.
d. Sistem penukaran token atau simbol. Sukses penyelenggaraan token ekonomi sangat bergantung pada sukses dalam memberikan penguatan yang dapat ditukarkan dengan nilai yang sebanding dengan prestasi yang dicapai.
e. Sistem dokumentasi atau perekaman data. Pemberian penghargaan yang tepat sangat bergantung pada ketepatan menghimpun data. Oleh karena itu alat perekam dapat membantu meningkatkan proses ini sehingga informasi dari proses pembelajaran dapat dikelola dengan tingkat akurasi yang tinggi.
f. Konsistensi dalam implementasi, untuk menjunjung konsistensi itu sebaiknya terdapat panduan teknis yang tertulis sebagai pegangan pelaksanaan tugas sehingga apa yang direncanakan itulah yang dilaksanakan.

-Langkah-langakah pelaksanaan Token Economy
            Mengacu pada pemikiran Robinson T.J. Newby dan S.L. Ganzell, (1981)
merumusakan bahwa langkah utama dalam pelaksanaan sistem token ekonomi dapat dikembangkan sebagai berikut :
a.   Menentukan target prilaku atau kompetensi yang dapat siswa tunjukan.
Guru memilih masalah penting sebagai target. Definisikan dengan jelas, harus dalam bentuk penyataan positif, dan harus dalam prilaku hasil belajar yang dikembangkan dalam bimbingan pembelajaran dalam kelas.


b. Menentukan motode bagaimana langkah-langkah untuk memperoleh penghargaan dan nilai dari setiap penghargaan. Barkley (1990) memberi contoh untuk anak-anak umur 4-7 thaun menggunakan guntingan kartu berbentuk bintang, model perangko atau stiker. Setiap perangkat penghargaan diletakan siswa di atas meja belajarnya dalam kelas.
c. Identifikasi nilai atraktif penghargaan. Mengembangkan penghargaan sebagai sesuatu yang berarti, praktis dan atraktif sehingga dapat meningkatkan motivasi belajar siswa. Hal penting yang dapat meningkatkan makna adalah keterlibatan siswa dalam proses memilih dan menyusun jenis dan nilai penghargaan. Dalam hal ini siswa dapat memperoleh kebebasan menentukan waktu.
d. Menentukan Tujuan, jumlah token yang dapat diperoleh serta nilai yang diperoleh untuk setiap penghargaan yang diperoleh.
Implementasi kegiatan ini memerlukan langkah lanjut :
a. Penjelasan Program Kepada Siswa. Penjelasan mengenai program harus jelas. Siswa harus memahami aturan main sebelum belajar dimualai agar mereka dapat memanfaatkan waktu belajar secara optimal. Sejumlah penghargaan kepada siswa diberikan di antaranya karena ketepatan dan kecepatan menunjukan prilaku positif yang diharapkan.
b. Guru memberikan masukan. Guru harus menentukan kapan hadiah akan didistribusikan, dengan ketentuan seperti apa, dan bagaimana siswa dapat memperoleh penghargaan, tata tertib seperti bagaimana? Pemberian penghargaan dapat guru lakukan tidak hanya sebatas dalam kurun waktu satu dua jam pelajaran, namun dapat pula menggunakan waktu berharihari, berminggu-minggu atau dalam satu semester sepanjang guru dapat memelihara kondisi tingkat revalitas, persaingan dan daya kolaborasi dapat terus dikobarkan sehingga berdampak positif terhadap hasil belajar siswa.
c. Guru pengatur penghargaan. Guru memberikan penghargaan dengan memperhatikan tercapainya tujuan pembelajaran. Kejuaraan diperoleh dari pengumpul hadiah terbanyak. Hal itu berarti menjadi siswa yang berlajar paling efektif sehingga mencapai prilaku yang diharapkan. Jika siswa berhasil dalam satu hari dan ia tidak mendapatkan di waktu lain adalah sesuatu yang biasa.

BAB III
Penutup
3.1 Kesimpulan
            Behaviorisme adalah suatu pandangan imiah tenang tingkah laku manusia. Selanjutnya, terapi tingkah laku berbeda dengan sebagian besar pendekatan terapi lainnya, ditandai oleh : (1) pemusatan perhatian kepada tingkah laku yang tampak dan spesifik; (2) kecermatan dan penguraian tujuan-tujuan treatment; (3) perumusan prosedur treatment yang spesifik yang sesuai dengan masalah; dan (4) penaksiran objektif atas hasil-hasil terapi. Di samping itu pula dalam terapi tingkah laku dikenal dengan model pengondisian operan. Pengondisian operan tersebut adalah satu aliran utama lainnya dari pendekatan terapi yang berlandaskan teori belajar, melibatkan pemberian ganjaran kepada individu atas pemunculan tingkah lakunya ( yang diharapkan ) pada saat tingkah laku itu muncul. Adapun tujuan-tujuan teraupetik dari Behaviorisme adalah tujuan umum terapi tingkah laku adalah menciptakan kondisi-kondisi baru bagi proses belajar. Selain ada tujuan-tujuan dari terapeutik ada juga fungsi dan peran konselor dalam konseling yakni konselor tingkah laku harus memainkan peran aktif dan direktif dalam pemberian treatment (konseling), yakni konselor menerapkan pengetahuan ilmiah pada pencarian pemecahan-pemecahan bagi masalah-masalah para konselinya. Oleh karena itu untuk melaksanakan proses konseling tingkah laku konselor menggunakan beberapa teknik dan prosedur-prosedur terapeutik adalah sbb : perkuatan positif, pencontohan, hukuman, penghapusan dan menggunakan token economy.
3.2 Saran
            Kami menyarankan kepada para konselor hendaknya lebih meningkatkan tingkat penguasaannya terhadap teori-teori konseling yang ada, teknik-teknik dan prosedur terapeutik yang biasanya digunakan dalam konseling, khususnya teori behaviorisme dan teknik-teknik serta prosedur terapeutiknya dengan model yang sesuai dengan teori konseling yang akan digunakan sehingga konseling bisa berjalan secara efektif dan efisien.

Kamis, 02 Mei 2013

Konseling Narkoba ^_^


BAB I
Pendahuluan
1.1  Latar Belakang
                Perkembangan narkoba berawal sejak tahun 2737 SM ketika Kaisar Cina bernama Shen Nung menulis naskah farmasi yang bernama Pen Tsao atau “Ramuan Hebat” (Great Herbal). Salah satu ramuan itu adalah disebut liberator of sin atau delight giver (pemberi kesenangan) yang ditujukan untuk kesenangan, obat lemah badan, malaria, rematik, dan analgesik (Martin, 1977).
            Pada tahun 800 SM di India ditemukan ramuan sejenis opium yang disebut the heavenly guide, digunakan oleh masyarakat sebagai pemberi kesenangan (fly) dan juga sebagai anti sakit (analgesik). Opium banyak pula ditemukan di Cina, Mesir, Turki, dan segitiga emas (Kamboja, Vietnam, Thailand). Pada tahun 1973 atau 2500 tahun kemudian ditemukan antara lain di India, Cina, dan Amerika Selatan, sejenis obat (drug) yang saat ini amat populer yaitu marijuana yang berasal dari tanaman linneaeus canabis sativa. Suku-suku primitif seperti Aztec dan suku-suku di banyak negara Amerika Selatan (Latin) menggunakan ramuan-ramuan hallucinogenic seperti marijuana dan sejenisnya untuk upacara-upacara ritual kepercayaannya mendekati roh-roh, dan untuk bahan analgesik (Kisker, 1977; Martin, 1977).
            Saat ini narkoba telah meluas ke seluruh dunia dan dikonsumsi oleh berbagai kalangan, terutama remaja, terutama di Amerika Serikat dan Afrika. Kedua benua ini lebih banyak mengkonsumsi marijuana. Diperkirakan terdapat 200 juta pemakai marijuana hingga tahun 1977 (Kisker, 1977), dan angka tersebut diperkirakan akan meningkat dua kali pada abad ke 21.
            Bagaimana di Eropa, Australia, dan Asia, termasuk di Indonesia? Saat ini seluruh dunia sudah terkena wabah narkoba yang meracuni generasi muda. Diperkirakan saat ini di Indonesia sudah ada empat juta pengguna narkoba (Republika, 22-5-2001). Media tersebut juga mengutip pernyataan Ketua Umum Granat (Gerakan Anti Narkotika) Henry Yosodinigrat bahwa omzet narkoba di Indonesia saat ini berjumlah 24 triliun rupiah per bulan, suatu angka yang fantastis. Angka tersebut diperoleh dari jika setiap hari seorang pengguna memakai narkoba seharga Rp.200.000, satu hari omzetnya mencapai 4 juta x Rp.200.000 = Rp.800 miliar.
            Berkembangnya jumlah pecandu narkoba ditentukan oleh dua faktor, yaitu faktor dalam dan di luar diri sendiri. Faktor penentu dalam diri adalah: (1) minat, (2) rasa ingin tahu (curiousity) (Hurlock, 1978), (3) lemahnya rasa ketuhanan (Abu Hanifah, 1989), dan (4) ketakstabilan emosi (Duke and Norwicki, 1979). Sedangkan, faktor-faktor yang berasal dari luar diri sendiri adalah: (1) gangguan psikososial keluarga (Sofyan S. Willis, 1995), (2) lemahnya hukum terhadap pengedar dan pengguna narkoba, (3) lemahnya sistem sekolah termasuk bimbingan dan konseling (BK), serta yang terpenting (4) lemahnya pendidikan agama para siswa sekolah (Sofyan S.Willis, 2001).
            Meluasnya narkoba di Indonesia terutama di kalangan generasi muda karena didukung oleh faktor budaya global. Budaya global dikuasai oleh budaya Barat (baca Amerika Serikat) yang mengembangkan pengaruhnya melalui layar TV, VCD, dan film-film. Ciri utama budaya tersebut amat mudah ditiru dan diadopsi oleh generasi muda karena sesuai dengan kebutuhan dan selera muda. Penetrasi budaya Barat ke Indonesia mudah sekali diamati melalui pergaulan anak-anak muda kota (AMK). Ciri pergaulan AMK adalah bebas, konsumtif, dan haus akan segala macam mode yang datang dari AS (Abdullah N. Ulwan, 1993). Jika pakaian para artis di TV buka-bukaan, dan bahkan mengkonsumsi narkoba, maka AMK pun menirunya.
            Maraknya narkoba berkaitan pula dengan budaya korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) dari para pejabat negara, sehingga narkoba mudah beredar. Akibat KKN hukum di negeri ini tidak berfungsi, sering pengedar narkoba hanya dihukumringansaja.
            Berbagai upaya untuk mengatasi berkembangnya pecandu narkoba telah dilakukan, namun terbentur pada lemahnya hukum. Beberapa bukti lemahnya hukum terhadap narkoba adalah sangat ringan hukuman bagi pengedar dan pecandu, bahkan minuman beralkohol di atas 40 persen (minol 40 persen) banyak diberi kemudahan oleh pemerintah. Sebagai perbandingan, di Malaysia jika kedapatan pengedar atau pecandu membawa dadah 5 gr ke atas maka orang tersebut akan dihukum mati.
1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, penulis mengajukan beberapa rumusan masalah sebagai berikut.
  1. Apakah pengertian dari Narkoba itu?
  2. Apakah penyebab dari penyalahgunaan Narkoba?
  3. Mengapa remaja rentan terhadap penyalahgunaan Narkoba?
  4. Bagaimanakah prilaku umum remaja penyalahguna Narkoba?
  5. Apakah gejala negatif yang ditimbulkan dari penyalahgunaan Narkoba?
  6. Bagaimanakah tindakan yang dilakukan remaja untuk menghindari Narkoba?
  7. Apa sajakah jenis-jenis kasus yang pernah ditangani oleh Satuan Reserse Narkoba Polres Buleleng terkait dengan Narkoba?
  8. Bagaimanakah proses penanganan yang dilakukan Satuan Reserse Narkoba Polres Buleleng kasus terkait dengan para pengguna Narkoba?
  9. Apakah dalam proses penanganan kasus terkait dengan pengguna Narkoba Satuan Reserse Narkoba Polres Buleleng menjalin suatu kerja sama dengan pihak terkait seperti konselor, psikolog, dan para medis dalam menangani kasus tersebut?
  10. Apakah kendala yang dihadapi Satuan Reserse Narkoba Polres Buleleng dalam menangani kasus terkait dengan pengguna Narkoba?
  11. Apakah upaya dari pihak Satuan Reserse Narkoba Polres Buleleng untuk meminimalisisr penggunaan Narkoba? Selanjutnya, adakah kerja sama dengan pihak luar dalam meminimalisir penggunaan Narkoba? Dan seperti apa bentuk kerja sama tersebut?, serta dalam bentuk kegiatan apa dilakukan?
1.3  Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui pengertian Narkoba.
2.      Untuk mengetahui penyebab dari penyalahgunaan Narkoba.
3.      Untuk mengetahui argument terkait remaja rentan terhadap penyalahgunaan Narkoba.
4.      Untuk mengetahui prilaku umum remaja penyalahguna Narkoba.
5.      Untuk mengetahui gejala negatif yang ditimbulkan dari penyalahgunaan Narkoba
6.      Untuk mengetahui tindakan yang dilakukan remaja untuk menghindari Narkoba.
7.      Untuk mengetahui jenis-jenis kasus yang pernah ditangani oleh Satuan Reserse Narkoba Polres Buleleng terkait dengan Narkoba.
8.      Untuk mengetahui proses penanganan yang dilakukan Satuan Reserse Narkoba Polres Buleleng kasus terkait dengan para pengguna Narkoba.
9.      Untuk mengetahui dalam proses penanganan kasus terkait dengan pengguna Narkoba Satuan Reserse Narkoba Polres Buleleng menjalin suatu kerja sama dengan pihak terkait seperti konselor, psikolog, dan para medis dalam menangani kasus tersebut.
10.  Untuk mengetahui kendala yang dihadapi Satuan Reserse Narkoba Polres Buleleng dalam menangani kasus terkait dengan pengguna Narkoba.
11.  Untuk mengetahui upaya dari pihak Satuan Reserse Narkoba Polres Buleleng untuk meminimalisir penggunaan Narkoba, adakah kerja sama dengan pihak luar dalam meminimalisir penggunaan Narkoba, bentuk kerja sama yang dilakukan dan bentuk kegiatan yang dilakukan.
1.4  Manfaat Penulisan
1.      Memberikan makna yang lebih dalam terkait dengan Narkoba.
2.      Memberikan masukan bagi mahasiswa dan dosen pengampu mata kuliah terkait.
3.      Sebagai acuan dalam penyusunan laporan selanjutnya.




BAB II
Pembahasan
Konseling Narkoba
2.1 Narkoba
                Berdasarkan data Satuan Reserse Narkoba Polres Buleleng, jumlah kasus penyalahgunaan Narkoba di Buleleng dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Dan data kasus terakhir pada tahun 2012 adalah sebanyak 11 kasus, dimana kasus tersebut didominasi oleh kasus terkait dengan penggunaan Narkoba dan kasus pengedaran Narkoba belum ditemukan. Selajutnya definisi Narkoba sebagai berikut:
            Narkoba singkatan dari (Narkotika dan Obat-obat terlarang/berbahaya) yang merupakan bahan/zat yang jika dimasukan dalam tubuh manusia, baik secara oral/diminum, dihirup, maupun disuntikan, dapat mengubah pikiran, suasana hati atau perasaan, dan perilaku seseorang. Narkoba dapat menimbulkan ketergantungan (adiksi ) fisik dan psikologis. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan (Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika).(Tanda-tanda Pemakai Narkoba Terlampir). Adapun jenis dari Narkotika menurut  Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika adalah sbb:
a)      Golongan I: Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan.
Contoh: Heroin, Kokain dan ganja.
b)      Golongan II: Narkotika yang berkhasiat pengobatan, digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan / atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan.
Contoh: Morfin dan petidin.
c)      Golongan III: Narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau tujuan pengebangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan.
Contoh: Codein.
2.2 Penyebab Dari Penyalahgunaan Narkoba
            Terjadinya penyalahgunaan Narkoba, khususnya pada remaja merupakan masalah sosial dan kesehatan yang sangat kompleks serta sangat terkait dengan berbagai faktor. Setidaknya, problem penyalahgunaan Narkoba tidak saja diakibatkan dari individu si penyalahguna, melainkan juga dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan ketersediaan obat-obatan yang tergolong kategori Narkoba. Adapun faktor-faktor penyebab dari penyalahgunaan Narkoba yaitu:
  1. Faktor Individu
            Faktor individu merupakan salah satu bagian dari penyebab terjadinya penyalahgunaan Narkoba. Hal ini biasanya, dapat dilihat dari kecenderungan sifat remaja yang “suka” memberontak terhadap aturan dan norma serta mulai munculnya sifat “penasaran” dan ingin mencoba sesuatu yang baru.
            Secara umum, beberapa hal yang menjadi penyebab terjadinya penyalahgunaan Narkoba yang berasal dari unsur individu (intrinsik remaja) adalah faktor kepribadian, perkembangan usia, pandangan atau persepsi yang keliru, serta lemahnya tingkat pemahaman dan praktik keagamaan. Faktor kepribadian terkait dengan gangguan cara berpikir, konsep diri, emosi dan prilaku. Sementara, perkembangan usia remaja yang secara kejiwaan mulai muncul perasaan ketidakpuasaan, penasaran, dan cenderung ingin menonjolkan dirinya. Faktor pandangan atau persepsi yang keliru berkaitan dengan munculnya keyakinan yang “keliru” di sebagian remaja yang menganggap enteng segala sesuatu yang membahayakan bahkan dianggap sebagai tantangan yang bisa diselesaikan dan dapat memberikan kepuasan. Sedangkan faktor lemahnya pemahaman dan praktik keagamaan terkai dengan rendahnya kecerdasan spritual serta minimnya pengetahuan dan praktik keagamaan yang dilakukan oleh remaja. Secara lebih rinci, faktor individu yang mempengaruhi remaja mengkonsumsi Narkoba adalah sebagai berikut:
  1. Adanya anggapan bahwa obat atau zat yang tergolong Narkoba tersebut dapat mengatasi permasalahan dan problem kehidupan yang sedang dihadapi. Mereka tidak mengetahui bahwa zat atau obat tersebut justru akan dapat membahayakan kehidupannya kelak.
  2. Terdapat mispersepsi(salah anggapan) di kalangan sebagian remaja bahwa “keberanian”,”kehebatan” dan “kejantanan”akan diperoleh dengan   mengkonsumsi narkoba.
Padahal persoalan keberanian ,kehebatan,dan kejantanan tidak ada kaitannya dengan mengonsumsi zat “terlarang” tersebut.
  1. Harapan dan keinginan untuk mendapatkan “kenikmatan”dari efek mengkonsumsi narkoba.
  2. Tidak atau kurang memiliki rasa percaya diri (self confidence) untuk berbuat atau melakukan sesuatu serta selalu muncul perasaan minder
  3. Adanya kecenderungan ingin mengetahui dan mencoba segala sesuatu yang baru.
  4. Kurangnya kontrol dan perhatian orang tua pada perkembangan kejiwaan remaja.
  5. Terdapat tekanan bahkan ancaman dari teman sebaya.
  6. Tingkat keyakinan dan pengalaman keagamaan (religiusitas) yang rendah.
  7. Adanya keinginan yang kuat di kalangan sebagian remaja untuk hidup bebas tanpa dikekang oleh aturan,tata tertib,dan norma.
  8. Adanya kecenderungan melakukan kegiatan-kegiatan yang sensasional.
  9. Mengalami stres sehingga tidak dapat mengendalikan dan mengotrol diri.
  10. Mengalami putus sekolah yang bila tidak diisi dengan kegiatan yang bermanfaat,akan memungkinkan untuk melakukan tindakan penyalahgunaan narkoba.   

Beberapa gejala yang disebutkan di atas itulah yang kerap kali”menghinggapi dan mendorong remaja untuk mengonsumsi benda terlarang,yang disebut dengan narkoba.


  1. Faktor Lingkungan
            Faktor lingkungan remaja menjadi bagian yang tidak bisa diabaikan dalam konteks memengaruhi remaja untuk mengonsumsi atau menyalahgunakan narkoba.Setidaknya,terdapat 3 lingkungan yang memengaruhi remaja menyalahgunakan narkoba,yaitu lingkungan keluarga,sekolah dan masyarakat.Karena itu,ketiga lingkungan tersebut dituntut untuk peduli dalam membina remaja yang sedang dalam masa pertumbuhan dan perkembangan.
Keluarga dianggap sebagai lingkungan yang paling menentukan bagi terbentuknya perilaku remaja.Jika di dalam keluarga terdapat hubungan yang tidak harmonis,tingkat pendidikan yang rendah,rasa dan praktik keagamaan yang lemah,maka secara langsung atau tidak langsung akan memberikan pengaruh bagi kehidupan dan perilaku anaknya,terutama yang masih dalam usia remaja,karena di saat anak memasuki usia remaja,perkembangan emosinya masih labil,berperilaku ragu,sering uring-uringan,dan kecenderungan meniru gaya dn perilaku keluarga.Oleh karenanya,jika lingkungan keluarga tidak dapat memberikan contoh yang bik,maka lambat laun anak atau remaja akan mencari kepuasan di luar dan bisa menjerumuskannya ke dalam penyalahgunaan narkoba.
Begitu juga dengan lingkungan sekolah.Sekolah merupakan lingkungan  di mana remaja mendapatkan pengetahuan,pembinaan perilaku,dan keterampilan.Di sekolah juga,remaja menemukan teman sebaya yang mendorong munculnya persaingan antar sesama. Ada yang ingin berprestasi,terlihat bergengsi,”sok”jagoan,dan sebagainya.Jika keadaan ini tidak bisa dibenahi dan diselesaikan oleh pengelola pendidikan di sekolah,maka remaja yang cenderung pendiam,malas mengejar prestasi dan beraktivitas akan mengalami stres dan berpotensi terjerumus ke dalam tindakan penyimpangan seperti penyalahgunaan narkoba.
Sama halnya dengan lingkungan keluarga dan sekolah,lingkungan masyarakat sekitar di mana remaja tersebut tinggal juga dapat mempengaruhinya untuk masuk dan terjerumus ke dalam penyalahgunaan narkoba.Lingkungan sosial yang tidak baik akan dapat memengaruhi remaja untuk juga berkelakuan tidak baik.Jika sebuah lingkungan sosial “akrab”dengan penyalahgunaan narkoba,maka lingkungan seperti itu secara potensial dapat “menyeret”remaja masuk ke dalam penyalahgunaan narkoba.Sebaliknya,jika lingkungan sosial baik,dimungkinkan remaja akan meniru perilaku yang baik tersebut.
Secara lebih rinci, beberapa pengaruh lingkungan yang dapat menyebabkan remaja melakukan penyalahgunaan narkobaadalah sebagai berikut:
1.      Komunikasi remaja dan orang tua yang kurang efektif.
2.      Orang tua terlalu sibuk dengan urusan pribadinya dan mengabaikan pendidikan dan perkembangan putra-putrinya.
3.      Lingkungan keluarga dan masyarakat yang memiliki norma dan aturan “longgar”.
4.      Berkawan dengan penyalahgunaan narkoba.
5.      Disiplin sekolah yang rendah.
6.      Kurangnya fasilitas sekolah untuk mengembangkan dan menyalurkan minat dan bakat,sehingga banyak waktu yang tidak dimanfaatkan secara optimal.
7.      Lemahnya penegakan hukum.
8.      Tempat tinggal remaja yang berada di lingkungan para penyalahguna dan pengedar narkoba.
Beberapa kemungkinan yang terjadi di lingkungan tersebut dapat memengaruhi remaja untuk melakukan penyalahgunaan narkoba.Oleh karenanya,lingkungan kehidupan remaja agar selalu diupayakan menempati dan mendapatkan lingkungan yang baik,harmonis serta memiliki norma yang ditaati bersama serta agar di jauhkan dari para pemakai dan pengedar narkoba.Jika hal ini dilakukan, maka beberapa persoalan yang dimunculkan oleh lingkungan ini dapat diminimalisir dan bahkan dapat menjadikan remaja hidup secara normal dan tidak terjerumus ke dalam penyalahgunaan narkoba.Hal yang tidak kalah pentingnya adalah diri remaja itu sendiri harus dapat menjadi “benteng” yang kuat dan kokoh untuk menghadapi berbagai cobaan dan tantangan yakni perbuatan buruk.
  1. Faktor Ketersediaan Narkoba
   Tidak bisa dipungkiri bahwa ketersediaan dan mudahnya mendapatkan narkoba bagi remaja menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari penyebab terjadinya penyalahgunaan narkoba di kalangan remaja.Biasanya,para remaja mendapatkan informasi tentang narkoba dari pengedar dan pemakai yang berasal dari teman sebaya.
   Beberapa pengaruh adanya narkoba terhadap perilaku penyalahgunaan di kalangan remaja adalah sebagai berikut:
1.      Mudah mendapatkan jenis dari narkoba.
2.      Adanya persepsi bahwa dengan mengonsumsi narkoba dapat menyelesaikan persoalan.Anggapan ini mungkin saja benar,namun yang perlu diketahui bahwa hilangnya persoalan itu hanya sesaat dan tidak menyelesaikan masalah yang sesungguhnya.Dengan kata lain, benarnya anggapan narkoba dapat menghilangkan persoalan adalah semu.Bahkan justru akan membahayakan remaja itu sendiri,yakni mulai munculnya ketergantungan terhadap narkoba.
3.      Cara menggunakan narkoba yang sangat mudah,misalnya diisap,disuntik,ditelan dan sebagainya.
4.      Peredaran pengedar narkoba yang sudah masuk ke pelosok wilayah di mana berkumpulnya remaja,baik di sekolah maupun di masyarakat.
Beberapa pengaruh ketersediaan dan kemudahan mendapatkan narkoba tersebut jelas memberikan peluang bagi remaja untuk masuk dan terjerumus ke dalam praktik penyalahgunaan narkoba.
Selain 3 (tiga) faktor penyebab penyalahgunaan narkobadi atas, faktor lain yang juga perlu mendapatkan perhatian serius adalah adanya pengaruh media massa dan elektronik yang banyak memberikan informasi tentang Narkoba tanpa dibarengi penjelasan bahaya dari penyalahgunaan obat atau zat tersebut, sehingga memberi rasa penasaran dan ingin mencoba pada diri remaja. Faktor ini pun dapat “mengiring” remaja untuk mengkonsumsi dan menyalahgunakan Narkoba.
2.3 Remaja Rentan Terhadap Penyalahgunaan Narkoba
            Penyalah gunaan narkoba bukanlah kejadian yang sederhana, yang bersifat mandiri, melainkan merupakan akibat dari berbagai faktor yang secara kebetulan terjalin menjadi suatu fenomena yang sangat merugikan bagi semua pihak. Faktor individu dan faktor lingkungan turut mempengaruhi terjadinya penyimpangan kelakuan remaja, termasuk didalamnya penyalahgunaan narkoba.
Dwi Yanni menggambarkan proses terjadinya penyalah gunaan narkoba pada seseorang termasuk remaja yang digambarkan dalam bagan berikut.












Rounded Rectangle: Tidak dengan tegas menentukan sikap menentang narkoba, mau bergaul dengan pemakai narkoba






Rounded Rectangle: Segan menolak tawaran atau ajakan teman untuk coba memakai narkoba, lalu ikut-ikutan memakai







Rounded Rectangle: Dengan memakai beberapa kali, tubuh menjadi toleran, dan perlu dosis pemakaian






Rounded Rectangle: Peningkatan dosis mulai terjadi, dan tambah jenis narkoba yang dipakai dengan dosis yang terus bertambah






Rounded Rectangle: Pemakaian narkoba sudah menjadi kebiasaan yang meningkat





Rounded Rectangle: Keterikatan pada narkoba yang sudah mendalam, sehingga tidak dapat terlepas, gejala putus obat yang berat





Rounded Rectangle: Keracunan oleh narkoba, mengalami kerusakan pada organ tubuh dan otak, hilang kesadaran





Rounded Rectangle: Organ tubuh sudah rusak, terutama otaknya, biasanya menjadi gila atau kematian



 












                                                                
Diantara ciri-ciri remaja yang memiliki resiko menjadi penyalahguna narkoba adalah sebagai berikut:
  1. Memiliki rasa rendah diri atau kurang percaya diri (PeDe)
  2. Mempunyai identitas gender yang tidak jelas
  3. Dilingkupi perasaan sedih (depresi) atau cemas (asietas)
  4. Memiliki kecendrungan melawan aturan atau norma
  5. Suka melakukan tindakan yang mengandung resiko besar
  6. Kurang memiliki pengetahuan agama dan kesadaran beragama (kurang religius)
  7. Berkawan dengan penyalah guna (pengedar,pembuat,dan pemakai) narkoba
  8. Memiliki motivasi belajar yang lemah
  9. Kurang memiliki kegiatan extra kulikuler yang positif
Disamping ciri-ciri tersebut, beberapa faktor keluarga juga dapat menyebabkan remaja terjerumus ke dalam penyalahgunaan narkoba, yang antara lain adalah sebgai berikut:
  1. Keluarga yang kurang harmonis (sering terjadi pertengkaran, perselingkuhan dan perceraian)
  2. Keluarga yang tidak komunikatif terhadap anak
  3. Keluarga yang selalu menuntut prestasi terbaik terhadap anak dengan cara memaksa
  4. Keluarga yang kurang memberikan perhatian kepada anak, karena sibuk dengan aktivitas sendiri
            Beberapa gejala dalam keluarga tersebut dapat juga menjerumuskan anaknya (remaja) ke dalam penyalah gunaan narkoba. Oleh karenanya, mengingat tingkat resiko (highrisk) yang tinggi pada remaja terhadap penyalah gunaan narkoba, maka remaja perlu mewaspadai dan menjaga diri agar tidak sekali-kali mencoba atau mengkonsumsi narkoba. Begitu juga juga dengan problem yang muncul dikeluarga. Remaja perlu memahami dan mencermati problem dikeluarga untuk kemudian turut serta menyelesaikannya dan tidak sekali-kali melarikan masalah tersebut kedalam penyalahgunaan narkoba atau obat/zat yang dapat membahayakan kehidupannya.


2.4 Prilaku Umum Remaja Penyalahguna Narkoba
                Untuk mengetahui remaja yang melakukan penyalahgunaan narkoba dapat dilihat dari ciri-ciri perilaku sebagai berikut :
1.      Terdapat perubahan kebiasaan tidur. Siang tidur, malam “bagadang” serta kalau sudah tidur susah dibangunkan dan tampak selalu mengantuk di kelas
2.      Suka marah yang tidak terkedali. Kebiasaan marah dan emosi yang meledak-ledak tiba-tiba muncul dan menjadi kebiasaan dalam pergaulan.
3.      Adanya perubahan tingkah laku yang tiba-tiba terhadap kegiatan di sekolah, keluarga, dan teman-temannya, seperti bertindak kasar, tidak sopan, mudah curiga dan banyak menyimpan rahasia (tertutup)
4.      Melalukan pembangkangan terhadap disiplin dan aturan disekolah, keluarga dan masyarakat.
5.      Perubahan selera makan. Biasanya, remaja yang melalukan penyalahgunaan narkoba cenderung memiliki pola makan yang tidak teratur bahkan cenderung memiliki nafsu makan yang berkurang.
6.      Malas belajar, sering bolos sehingga prestasi disekolahnya menurun.
7.      Mudah tersinggung, marah, dan suka berkelahi.
8.      Gaya bicara cadel, jalan sempoyongan, dan kata-katanya tidak bermakna
9.      Selalu mengenakan pakaian secara sembarangan dan cenderung mengenakan kemeja lengan panjang untuk menutupi bekas suntikan di tangan.
10.  Suka mengasingkan diri atau bersembunyi ditempat-tempat sepi dalam waktu lama dan berkali-kali, seperti kamar mandi, gudang, dan sebagainya.
2.5 Gejala Negatif Yang Ditimbulkan Dari Penyalahgunaan Narkoba
            Penyalahgunaan narkoba oleh remaja akan membawa dampak dan efek yang negatif bagi kehidupannya, terutama akan sangat berpengaruh pada perkembangan fisik, psikis (emosi), dan bahkan perilaku kesehariannya. Berikut ini beberpa gejala dan tanda negatif yang dapat dilihat dari para pengguna narkoba.
1.      Gejala Negatif pada fisik
Penyalahgunaan narkoba akan membawa efek dan gejala negatif pada fisik, antara lain adalah:
1.      Berat badan turun drastis
2.      Mata terlihat cekung dan merah, muka pucta, dan bibir kehitam-hitaman.
3.      Buang air besar dan kecil kurang lancar.
4.      Sakit perut tanpa alasan yang jelas.
5.      Gangguan impotensi
6.      Rawan terinfeksi berbagai penyakit, seperti hepatitis, HIV, serta AIDS
7.      Gangguan fungsi ginjal
8.      Pendarahan otak
2.      Gejala negatif pada perkembangan emosi
Selain berdampak negatif pada fisik, penyalahgunaan narkoba, juga akan membawa efek dan gejala negatif  pada emosi, antara lain adalah sebagai berikut:
1.      Sangat sensitif dan cepat bosan
2.      Emosinya naik turun
3.      Nafsu makan tidak menentu
4.      Timbulnya perasaan depresi dan ingin bunuh diri
5.      Gangguang persepsi dan daya pikir
6.      Menunjukan sikap membangkang
3.      Gejala negatif yang muncul pada perilaku keseharian
Begitu juga dengan perilaku keseharian para pengguna narkoba secara langsung atau tidak langsung akan memperoleh efek dan dampak negati dari penyalahgunaan obat-obatan tersebut, antara lain adalah sebagai berikut:
1.      Malas dan sering meninggalkan tugas rutin
2.      Menunjukkan sikap tidak peduli dan jauh dari keluarga
3.      Suka mencuri uang dan barang orang lain
4.      Selalu kehabisan uang
5.      Takut kena air
6.      Sering berbohong dan ingkar janji
7.      Mengeluarkan keringat berlebihan
8.      Gangguang terhadap prestasi di sekolah, kuliah, dan pekerjaan.
2.6 Tindakan Yang Dilakukan Remaja Untuk Menghindari Narkoba
Untuk menghindari diri dari bahaya narkoba, maka remaja perlu melakukan tindakan-tindakan pencegahan dini antara lain sebagai berikut:
1.                  Aktif di Kegiatan Extra Kurikuler yang Positif
            Salah satu tindakan yang dapat mengurangi keinginan remaja untuk mengkonsumsi narkoba adalah dengan aktif mengikuti kegiatan-kegiatan ekstra kurikuler yang dikembangkan oleh sekolah ataupun lembaga diluar sekolah, misalnya aktifitas tentang pengembangan seni dan bakat,melukis, kursus bahasa, dan sebagainya. Kegiatan ini, paling tidak akan menjauhkan remaja dari pikiran, keinginan untuk memakai narkoba.
2.                  Aktif dalam Kegiatan Organisasi Remaja dan Kepemudaan
            Aktif dalam kegiatan organisasi remaja dan kepemudaan dimaksudkan dengan keterlibatan secara intens dalam setiap aktifitas yang dilakukan oleh sebuah lembaga atau organisasi remaja dan kepemudaan. Remaja harus turut mengambil bagian dalam setiap perumusan dan pelaksanaan kegiatan yang dilaksanakan oleh organisasi tersebut. Dengan kesibukan dan keikut sertaan dalam aktifitas di lembaga atau diorganisasi remaja/ kepemudaan ini akan mengurangi waktu luang tersebut untuk kegiatan-kegiatan sosial yang positif.
3.                  Memperdalam Pemahamn Keagamaan
            Sebagaimana diketahui bahwa minimnya pengetahuan dan praktik keagamaan akan membawa remaja kedalam penyalah gunaan narkoba. Oleh karenanya, agar tidak terjerumus kedalam tindakan yang menyimpang dan menjadi “korban” penyalah gunaan narkoba, maka remaja perlu mendalami dan memahami kembali pelajaran agamanya dan mempraktikannya dalam kehidupan sehari-hari.
            Setiap agama, baik islam, kristen (katholik & protestan), hindu, budha dan konghucu memiliki norma dan aturan yang jelas berkaitan dengan penyalah gunaan narkba. Jika pemahaman dan praktik keagamaannya bagus, maka dengan sendirinya remaja akan memiliki “tameng” yang kokoh untuk tidak terkena atau terjerumus kedalam penyalahgunaan narkoba.
4.                  Mengisi Waktu Luang dengan Olahraga
            Olahraga adalah salah satu upaya untuk mengisi waktu luang yang positif. Dengan berolahraga, remaja tidak saja akan mendapatkan “reward” kesehatan, tetapi remaja juga mampu menekan keinginan dan kemauannya untuk mengkonsumsi atau menyalah gunakan narkoba. Apalagi, jika olah raga tersebut dilakukan dengan teratur, maka nilai positif seperti badan (fisik) sehat jugan akan diperoleh oleh remaja. Selain itu, dengan berolahraga juga, remaja dapat berinteraksi dengan teman dalam hal-hal yang positif.
5.                  Menjauhi Para Penyalahguna Narkoba
            Para remaja perlu menanamkan keyakinan untuk tidak mencoba-coba bergaul dengan penyalah guna narkoba, karena jika remaja cendrung senang bergaul dengan para penyalahguna narkoba (pembuat, pengedar, dan pemakai), maka lambat laun remaja tersebut juga akan terpengaruh untuk mengkonsumsi benda terlarang tersebut.
            Oleh karenanya, remaja dapat melakukan pergaulan dengan teman-teman yang baik, misalnya teman yang memiliki motivasi belajar tinggi, gemar berolahraga, atau teman yang memiliki aktivitas di ekstra ataupun intra sekolah.
6.                  Meningkatkan Harga Diri dan Percaya Diri (self confidence)
            Tidak percaya diri atau tidak merasa punya harga diri merupakan sikap yang harus dijauhi oleh remaja. Hal yang perlu ditingkatkan adalah bagaiman harga diri dan percaya diri tersebut terus tumbuh dan dikembangkan menjadi alat untuk beraktivitas di sekolah, keluarga, dan masyarakat. Meningkatkan kepercayaan diri dapat dilakukan dengan rajin mempelajari sesuatu yang sulit, tidak malu menanyakan persoalan yang rumit dan susah dipecahkan dan juga perlu melakukan komunikasi yang intens dengan teman-teman sebaya agar terjadi saling pemahaman dan saling pengertian.
            Demikian beberapa hal yang perlu dilakukan oleh remaja untuk menekan keinginan dan kemauan untuk  mengkonsumsi narkoba dan jangan sekali-kali mencoba dan mengkonsumsi narkoba. “SAY NO TO DRUGS”!!!.
            Namun demikian, bukan berarti remaja harus berjalan sendiri dalam upaya menghindari penyalahgunaan narkoba. Keluarga, sekolah, dan masyarakat juga perlu melakukan tindakan-tindakan yang dapat meningkatkan remaja untuk menjauhi narkoba. Keluarga bersama-sama dengan remaja secara simultan dan sinergis perlu melakukan upaya-upaya positif agar remaja tidak terjerumus kedalam penyalah gunaan narkoba adalah sebagai berikut:
1.                   Menciptakan rumah ( keluarga) yang sehat dan harmonis
2.                   Mengasuh dan mendidik anak dengan baik
3.                   Menjadi model atau teladan yang baik bagi anak
4.                   Menjelaskan bahaya narkoba secara proporsional dan objektif
Sementara, tindakan-tindakan yang perlu dilakukan oleh sekolah dalam upaya mengantisipasi penyalahgunaan narkoba dikalangan remaja ini, antara lain sebagai berikut:
1.    Meningkatkan kemampuan guru dalam menyampaikan pelajaran dengan menarik, lancar, dan menyenangkan
2.    Mengadakan penyuluhan bahaya narkoba bagi kesehatan fisik, kesehatan psikis, dan kesehatan sosial
3.    Menciptakan sarana untuk berolahraga
4.    Menyiapkan sarana untuk pengembangan minat dan bakat
5.    Melakukan konseling dengan bijak dan insentif berkomunikasi dengan siswa (remaja)
6.    Membina dan mengembangkan kepribadian remaja (siswa) seoptimal mungkin
            Selain keluarga dan sekolah, masyarakat punturut serta membantu remaja dalam menjauhkan diri dari tindakan penyalah gunaan narkoba. Beberapa tindakan yang dapat dilakukan masyarakat, antara lain adalah sebagai berikut:
1.      Mengadakan penyluhan dan kampanye bahaya menyalahgunakan narkoba
2.      Turut serta dalam mengawasi obat dan pelaksanaan undang-undang
3.      Menciptakan keberishan lingkungan
4.      Menyediakan ruang untuk bermain dan berolahraga
2.7 Jenis Kasus Narkoba
            Berdasarkan observasi dan wawancara yang kami lakukan dengan Bapak Aiptu. Gede Nartika selaku Kabao (Kepala Bagian Operasional) di Satuan Reserse Narkoba Polres Buleleng, mengatakan bahwa jenis-jenis kasus terkait Narkoba yang pernah ditangani oleh Satuan Reserse Narkoba Polres Buleleng yaitu:
1.      Kasus terkait dengan Narkoba jenis sabu-sabu
2.      Kasus terkait dengan Narkoba jenis Ekstasi
3.      Kasus terkait dengan Narkoba jenis Ganja
4.      Kasus terkait dengan Narkoba jenis Inek (Indonesian Ekstasi) dimana Inek ini merupakan produk buatan lokal yang paling besar efek negatifnya karena dalam pembuatannya unsur-unsur kimianya paling banyak sehingga paling cepat menyebabkan ketergantungan.
Keempat jenis kasus seperti di ataslah yang paling sering ditemukan dan ditangani oleh Satuan Reserse Narkoba Polres Buleleng.
2.8 Proses Penanganan Kasus Pengguna Narkoba
            Dalam proses penanganan kasus terkait pengguna Narkoba yang dilakukan Satuan Reserse Narkoba Polres Buleleng didasarkan atas UU yang berlaku serta pasal-pasal yang menjeratnya sesuai dengan jenis kasusnya. Namun dalam hal ini, kewenangan polisi yang khusus menangani Narkotika mempunyai kewenangan untuk mengumpulkan unsur-unsur dan bukti-bukti bahwa seseorang itu terbukti sebagai pengguna/pemakai selama 3x24 jam dan sampai kasus tersebut selesai dan hingga seseorang tersebut terbukti sebagai pengguna/pemakai Narkoba sedangkan untuk penanganan kasus psikoterapika diberikan kewenangan 1x24 jam dan itupun hasilnya harus sudah akurat yang biasanya diteliti melalui hasil Lab. Oleh karena itu, proses penanganan kasus Narkoba sangat berbeda jauh dengan proses penanganan tindakan kriminal karena dilihat dari segi kasusnya sangat kompleks dan membutuhkan waktu yang lama dalam proses penanganannya. Dan dalam proses penanganan kasus Narkoba seseorang tidak bisa dibuktikan bahwa ia seorang pengguna/pemakai jika dalam proses penggerebekan polisi tidak menemukan barang berupa obat-obatan terkait Narkoba.
2.9 Proses Kerja Sama Dengan Instansi Terkait
            Dalam proses penanganan para pengguna Narkoba, Satuan Reserse Narkoba Polres Buleleng menjalin kerja sama dengan Badan POM (Pengawasan Obat dan Minuman) dan Dinas Kesehatan. Namun secara lebih khusus Satuan Reserse Narkoba Polres Buleleng belum pernah melakukan kerja sama dengan psikolog maupun konselor dalam hal mengkonseling para pengguna Narkoba. Tetapi jika melakukan referal Satuan Reserse Narkoba Polres Buleleng pernah melakukannya dimana ada dua orang pengguna Narkoba dibawa ke Rumah Sakit Jiwa guna mendapatkan terapi disana itupun atas persetujuan dari keluarganya untuk rehabilitasi. Dan faktanya lagi bahwa di Buleleng seperti Satuan Reserse Narkoba Polres Buleleng, Badan POM ((Pengawasan Obat dan Minuman)  dan Dinas Kesehatan sampai sekarang belum pernah menjalin kerja sama dengan pihak konselor maupun psikolog untuk melakukan Konseling Narkoba kepada para pengguna namun di Buleleng hanya ada Konseling IMS (Infeksi Menular Seks). Dan pada Tahun ini ada wacana bahwa di bali akan dibuatkan tempat untuk melakukan Konseling Narkoba yang terletak di Kabupaten Bangli.
2.10 Kendala-Kendala
            Dalam proses penanganan pengguna Narkoba beberapa kendala yang masih dialami oleh Satuan Reserse Narkoba Polres Buleleng yaitu sbb:
a.       Adanya keterbatasan dana untuk melakukan tindakan terkait dengan penyelidikan dan penyidikan sehingga menyulitkan para petugas Satuan Reserse Narkoba Polres Buleleng.
b.      Keterbatasan sarana dan prasarana yang dimiliki oleh Satuan Reserse Narkoba Polres Buleleng seperti alat deteksi, alat perekam dll.
2.11 Upaya Meminimalisir Penggunaan Narkoba
            Ada beberapa upaya yang dilakukan oleh Satuan Reserse Narkoba Polres Buleleng untuk meminimalisir para pengguna Narkoba yaitu melakukan pengawasan di tempat yang diduga digunakan para pengguna Narkoba untuk menjalankan aksinya seperti Bar, Diskotik maupun di tempat hiburan malam lainnya,dan melakukan pembinaan dan penyuluhan ke suatu lembaga ataupun sekolah-sekolah melalui kegiatan seminar. Selanjutnya dalam melakukan kegiatan ini tetap menjalin kerja sama dengan intansi terkait seperti POM TNI dengan bentuk kegiatan Rapat Koordinasi dengan pimpinan instansi terkait guna upaya untuk meminimalisis para pengguna Narkoba terwujud.


           














BAB III
Penutup
3.1 Kesimpulan
            Narkoba singkatan dari (Narkotika dan Obat-obat terlarang/berbahaya) yang merupakan bahan/zat yang jika dimasukan dalam tubuh manusia, baik secara oral/diminum, dihirup, maupun disuntikan, dapat mengubah pikiran, suasana hati atau perasaan, dan perilaku seseorang. Adapun jenis dari Narkotika menurut  Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika adalah golongan I, golongan II dan golongan III. Selanjutnya, faktor penyebab dari penyalahgunaan Narkoba terdiri dari faktor individu, faktor lingkungan dan faktor ketersediaan Narkoba. Sehingga, remajalah yang rentan terjerumus akan penggunaan Narkoba yang ditandai dengan perubahan dalam prilakunya. Selain itu, penggunaan Narkoba dikalangan remaja memberikan beberapa efek negatif terhadap fisik, perkembangan emosi dan pada perilaku keseharian. Adapun tindakan yang dapat dilakukan agar bahaya narkoba dapat dihindari oleh remaja dengan melakukan beberapan tindakan yakni; aktif di kegiatan ekstrakulikuler yang postif, aktif dalam kegiatan organisasi remaja dan kepemudaan, memperdalam pemahaman keagamaan, mengisi waktu luang dengan olahraga, menjauhi para penyalahguna Narkoba, meningkatkan harga diri dan percaya diri (self confidence). Di samping itu pula, berdasarkan hasil observasi yang kami lakukan di Satuan Reserse Narkoba Polres Buleleng jenis kasus Narkoba yang sering ditangani yaitu sabu-sabu, ganja, ekstasi dan Inex.Dalam proses penanganan kasus terkait pengguna Narkoba yang dilakukan Satuan Reserse Narkoba Polres Buleleng didasarkan atas UU yang berlaku serta pasal-pasal yang menjeratnya sesuai dengan jenis kasusnya. Dalam proses penanganan para pengguna Narkoba, Satuan Reserse Narkoba Polres Buleleng menjalin kerja sama dengan Badan POM (Pengawasan Obat dan Minuman) dan Dinas Kesehatan. Dalam proses penanganan pengguna Narkoba beberapa kendala yang masih dialami oleh Satuan Reserse Narkoba Polres Buleleng diantaranya; keterbatasan dana, sarana dan prasarana. Dengan demikian ada beberapa upaya yang dilakukan oleh Satuan Reserse Narkoba Polres Buleleng untuk meminimalisir para pengguna Narkoba yaitu melakukan pengawasan di tempat yang diduga digunakan para pengguna Narkoba untuk menjalankan aksinya seperti Bar, Diskotik maupun di tempat hiburan malam lainnya,dan melakukan pembinaan dan penyuluhan ke suatu lembaga ataupun sekolah-sekolah melalui kegiatan seminar.
3.2 Saran
         Kami menyarankan kepada seluruh pihak khususnya para remaja agar terhindar dari obatan terlarang yang disebut Narkoba. Karena kesehatan tubuh dan jiwa sangat mahal harganya. Oleh karena itu, kita harus pintar mengkondisikan agar senantiasa tubuh dan jiwa dalam kondisi yang selalu sehat dan tentunya jauhi Narkoba dan katakan “Say No To Drugs”.